Cara Mudah Menghadapi Masalah Dengan Ayah dan Ibu
Cara Mudah Menghadapi Masalah Dengan Ayah dan Ibu – Anak muda sering dianggap sangat kuat dan mampu bangkit dari situasi apa pun, tapi pengalaman menyakitkan di masa kecil bisa berdampak serius dan bertahan lama sampai dewasa kalau tidak diselesaikan dengan baik. Masalah masa kecil dengan orang tua bisa muncul dari halhal yang bikin anak merasa tak berdaya dan tidak aman, misalnya: kekerasan seksual, fisik, atau verbal; kekerasan dalam rumah tangga; lingkungan yang tidak stabil atau tidak aman; perpisahan dengan orang tua; diabaikan; perundungan; sakit parah; atau tindakan medis yang terlalu invasif. Mari kita bahas lebih dalam bagaimana cara menghadapi masalahmasalah ini.
Daftar isi
Dinamika Pengalaman Masa Kecil
Kalau kamu masih merasakan dampak emosional atau mental dari masa kecil yang menyakitkan, masih ada harapan.
Sedikit Latar Belakang
Kebanyakan orang tahu betapa besar pengaruh orang tua dan cara kita dibesarkan terhadap diri kita saat dewasa. Tapi ada hal yang agak mengejutkan dan tidak kita duga.
Coba lihat contoh pemikiran berikut ini, dalam bentuk yang sederhana:
> “Orang tua bilang aku anak manja.
> Aku ingin jadi orang yang tidak manja.
> Supaya tidak manja, aku tidak boleh menentang orang tuaku. Menyalahkan mereka itu salah.
> Jadi, supaya aku tidak manja, aku justru harus tetap jadi anak manja.”
Kata manja di sini bisa diganti dengan apa saja — bodoh, nggak berguna, nggak berharga, gemuk, pemarah, pembohong, dan seterusnya. Tapi pola pikirnya sama: walaupun kita mungkin sudah lama tidak bertemu orang tua, dalam banyak hal kita masih seperti anak kecil yang hidup mengikuti aturan mereka. Kita tetap mencari restu atau takut tidak disukai, meskipun secara logika itu tidak masuk akal lagi.
Setiap dari kita punya hubungan antara dinamika keluarga waktu kecil dan cara berpikir serta mengambil keputusan saat ini. Banyak orang tidak sadar bahwa masa lalu mereka masih memengaruhi kehidupan dewasanya — dalam memilih pasangan, situasi yang berulang, keputusan yang diambil, bahkan dalam cara merespons secara emosional. Semua itu sering berasal dari luka masa lalu yang belum sembuh dan sangat memengaruhi kebahagiaan mereka sekarang.
Banyak dari mereka menghabiskan waktu dengan mengulangi pola buruk dari masa kecil, seolaholah ingin memperbaiki luka lama atau memenuhi kebutuhan emosional yang belum tercapai. Seringkali mereka menggunakan luka batin itu untuk mengontrol orang lain atau membenarkan perilaku buruk mereka sendiri. Sebagian orang mencoba terapi, tapi akhirnya malah terjebak dalam perasaan sebagai korban, tanpa harapan, tanpa percaya diri, dan tanpa kemajuan.
Mungkin kedengarannya aneh, tapi coba renungkan sebentar. Saat pertama kali saya menyadari pola pikir ini dalam diri saya, saya pun merasa bingung dan menganggapnya tidak masuk akal. Saya tidak langsung melakukan apaapa, dan akhirnya pola itu tetap ada dalam diri saya terlalu lama. Tapi barubaru ini saya membaca buku motivasi yang menjelaskan hal yang sama, dan disebutkan bahwa ini adalah salah satu hal yang paling umum muncul dalam terapi — kalau kita tahu cara mengenalinya.
Begitu kita bisa melihat ini dalam diri sendiri, semuanya mulai berubah, dan kita pelanpelan mulai menjadi diri sendiri yang sebenarnya. Coba luangkan waktu sejenak sekarang untuk merenung, apakah ini juga terjadi dalam hidup kamu. Kita sering terjebak dalam pola yang berulang, jadi sebaiknya renungkan dulu hal ini sebelum kita lanjut ke pembahasan selanjutnya. Pikirkan baikbaik tentang pengalaman masa kecilmu.
Dalam buku ini, kita akan bahas bahwa meskipun kamu tidak bisa menghapus semua luka masa lalu, kamu tetap bisa melewati masamasa sulit itu dengan perasaan punya kendali. Kamu memang tidak bisa sepenuhnya memilih reaksi emosional, karena biasanya itu muncul secara spontan. Tapi kamu bisa mengatur fokus pikiranmu, keputusanmu, dan tindakanmu.
Kamu bisa mengatakan “ya” pada hidupmu — apapun yang pernah terjadi.

Cari Tahu Apa yang Bikin Kamu Meledak — Melihat Lebih Dalam tentang Stres
Kamu punya kekuatan, kapan pun, untuk mengubah “program” di dalam dirimu yang bikin kamu stres. Kamu hanya perlu bertanggung jawab atas reaksi emosionalmu dalam situasi apa pun. Saat kamu bertanya pada diri sendiri, “Kenapa ya aku begini?”, kamu mulai menggali lebih dalam ke alam bawah sadar dan menemukan jawabannya… kenapa kamu bereaksi seperti itu.
Hadapi Kenyataannya — Stres Atau Apa Pun Itu
Stres selalu datang karena ada pemicunya. Sering kali kamu bahkan nggak sadar kalau kamu lagi terpicu, karena hal itu tersembunyi di alam bawah sadar. Ada pemicu umum yang banyak orang juga rasakan, seperti macet parah atau rekan kerja yang menyebalkan. Tapi ada juga pemicu pribadi, seperti takut sendirian di rumah malammalam, atau terpaksa menyetir sendiri ke suatu tempat. Pemicu pribadi itu unik karena efeknya bedabeda untuk tiap orang, dan pasti ada alasannya kenapa bisa seperti itu.
Waktu kecil, kita diajarkan untuk merespons suatu hal dengan cara tertentu. Walaupun orang tua kamu nggak pernah bilang secara langsung, “Kalau begini, kamu harus begitu,” mereka tetap mengajarkan lewat tindakan mereka. Anakanak belajar dari apa yang mereka lihat dan alami.
Langkah pertama buat tahu apa yang memicu stres kamu adalah menyadari kapan, di mana, dan kenapa kamu mulai merasa tertekan. Begitu kamu sadar kalau kamu mulai kewalahan, kamu bisa langsung menghentikan stres itu sejak awal. Tapi kamu harus benarbenar mau melakukannya.
Cara yang bagus untuk mulai mencari tahu pemicumu adalah dengan membuat daftar halhal yang bikin kamu marah, sedih, takut, atau frustrasi — semua emosi negatif yang kamu rasakan. Dengan menghadapinya langsung, kamu jadi lebih sadar akan keberadaannya. Perhatikan juga gimana kamu biasanya bereaksi terhadap emosiemosi itu, lalu coba cari cara baru yang lebih sehat untuk menghadapinya.
Misalnya kamu sadar kamu gampang marah, coba cari tahu kenapa situasi tertentu bisa bikin kamu marah. Dan setiap kali kamu menemukan jawabannya, tanyakan lagi: “Kenapa?” Lalu ulangi. Lamalama kamu mungkin akan sadar betapa lucunya pola itu. Contohnya:
Bayangin kamu gampang marah saat berhenti di lampu merah. Kamu duduk di mobil, menghitung detik, makin lama makin kesal. Dalam hatimu kamu mungkin ngomel begini:
> “Ayo dong! Gue banyak urusan nih!”
> “Kenapa kamu punya banyak urusan?”
> “Karena gue harus nyelesain iniitu.”
> “Kenapa?”
> “Karena gue ada deadline!”
> “Kenapa?”
> “Ya emang gitu aja!”
> “Kenapa?”
Paham maksudnya? Kedengarannya agak konyol, ya?
Nah, pada titik ini, beberapa orang malah jadi marah pada diri sendiri — dan itu cuma bikin keadaan makin buruk. Jangan sampai itu terjadi. Kalau perlu, jadikan dialog batin itu sebagai hiburan kecil selagi kamu nunggu. Sebelum kamu sadar, lampu udah hijau. Belajar untuk menertawakan diri sendiri dan bertanggung jawab atas rasa marah, sedih, takut, dan frustrasi yang kamu ciptakan sendiri.
Kadang, kamu ada di situasi yang benarbenar bikin emosi, dan sekeras apa pun kamu coba, tetap sulit untuk menghindar. Tapi jarang banget kamu benarbenar nggak bisa keluar dari situasi itu. Jadi jangan ragu untuk pergi. Lebih baik mundur sejenak dan menenangkan diri, daripada kamu ngomong atau ngelakuin sesuatu yang nantinya kamu sesali.
Kadang juga ada situasi yang memang nggak bisa diubah. Ya sudah, terima saja. Nggak ada yang bilang kamu harus terpengaruh secara emosional. Kamu memilih untuk merasakannya. Kalau kamu nggak bisa mengubahnya, ya belajarlah berdamai dengan itu. Saat kamu bisa melakukan ini, kamu akan sadar betapa hidup bisa jadi lebih mudah. Kadang, halhal memang seadanya… dan kamu selalu punya pilihan untuk meresponsnya seperti apa.
Anak-Anak Itu Pengecualian
Anakanak nggak bisa begitu saja “pergi dari situasi.” Mereka tergantung pada lingkungan di sekitar. Tugas kita sebagai orang dewasa adalah memberi contoh, dan membuat lingkungan mereka seaman dan sepositif mungkin. Banyak orang dewasa punya masalah karena mereka dulu adalah anakanak yang punya masalah. Menjadi dewasa bukan berarti “program lama” itu hilang. Bahkan, kadang malah makin kuat karena dipendam bertahuntahun.
Anakanak juga bisa stres, sama seperti orang dewasa. Kalau stres itu jadi bagian seharihari dalam hidup mereka, mereka akan tumbuh jadi remaja yang stres, lalu jadi orang dewasa yang stres, dan kemudian menularkan stres itu ke anakanak mereka. Lihat polanya? Yuk, bantu jadi bagian dari solusinya. Ambil tanggung jawab untuk memutus siklus itu.
Mengenali Pemicumu Butuh Kejujuran Pada Diri Sendiri
Kamu nggak akan bisa tahu pemicumu kalau kamu nggak mau jujur dan mengamati diri sendiri. Kamu harus berani bercermin dan benarbenar bertanya: “Apa sih yang bikin aku bereaksi kayak gitu?” Kalau jawabannya nggak bikin kamu merasa nggak nyaman, berarti kamu belum menggali cukup dalam.
Cari tahu “kenapa”nya. Di situ kuncinya. Setiap orang pasti punya reaksi emosional yang perlu diperbaiki. Kalau nggak, dunia ini pasti sudah sempurna. Jadi, kenali pemicumu dan ubah caramu merespons secara emosional. Dengan begitu, kamu bisa mengubah cara pandangmu terhadap dunia, dan mungkin juga membantu orang lain dalam prosesnya.
Ambil Alih Kendali Hidupmu Lagi
Perasaan tak berdaya yang terbawa dari masa kecil bisa terbawa sampai dewasa dan bikin kamu merasa (atau bersikap) seperti korban terusmenerus. Akibatnya, kamu cenderung mengambil keputusan berdasarkan luka lama. Saat kamu merasa jadi korban, masa lalu yang mengatur hidupmu sekarang. Tapi kalau kamu sudah mulai menyembuhkan luka itu, kamu yang mengendalikan hidupmu sekarang. Meskipun kadang masih ada tarikmenarik antara masa lalu dan masa kini, selama kamu mau melepaskan pertahanan dan kebiasaan lama yang kamu pakai waktu kecil untuk bertahan, kamu bisa mulai ambil alih hidupmu dan menyembuhkan rasa sakitmu.
Pegang Kendali Lagi
Saya menemukan bahwa banyak orang yang punya masalah dengan orang tua di masa lalu atau pernah mengalami halhal menyakitkan merasa bahwa mereka nggak punya kontrol atas hidupnya sendiri. Rasa kendali itu mungkin hilang waktu kamu lagi di titik terendah — saat kamu merasa sangat rapuh. Orangorang terdekat, teman, bahkan tenaga medis mungkin pernah mengambil keputusan untukmu karena kamu dianggap nggak mampu, atau karena mereka nggak suka dengan keputusan yang kamu buat sendiri. Dan bahkan setelah kamu dewasa, bisa saja orangorang itu masih terus ikut campur dan mengambil keputusan buat kamu. Sering kali, keputusan yang diambil bukanlah yang sebenarnya kamu inginkan.
Mengambil alih kembali kendali atas hidupmu — lewat keputusan dan pilihan sendiri — itu penting banget. Hal ini bisa bikin kamu merasa lebih baik terhadap dirimu sendiri dan bahkan bisa mengurangi beban emosional yang selama ini kamu bawa.
Ada banyak hal yang bisa kamu lakukan untuk mulai proses ini. Kamu bisa mulai dengan cara yang kamu rasa paling nyaman. Misalnya, kamu bisa pakai jurnal untuk menulis pikiran dan ideide kamu. Ini bisa bantu kamu tetap fokus, termotivasi, dan bisa melihat perkembanganmu dari waktu ke waktu.
Langkah-Langkah:
1. Pikirkan seperti apa kamu ingin hidupmu ke depan.
Apakah kamu ingin:
- Balik kuliah dan belajar sesuatu yang kamu suka?
- Mengembangkan bakat atau kemampuan tertentu?
- Pindah ke tempat lain?
- Bekerja di bidang tertentu?
- Punya rumah sendiri?
- Menikah?
- Punya anak?
- Lebih aktif secara fisik?
- Menurunkan atau menaikkan berat badan?
Pasti masih banyak lagi yang bisa kamu pikirkan. Tulis semua keinginan itu. Kamu bisa menyimpannya dalam jurnal.
2. Buat daftar hambatan yang selama ini bikin kamu nggak bisa mewujudkan keinginankeinginan itu.
Mungkin karena kurang uang atau pendidikan. Mungkin juga karena ada orang di hidupmu yang terlalu mengatur atau selalu ikut campur.
Setelah itu, tulis juga caracara yang mungkin bisa kamu lakukan untuk mengatasi hambatanhambatan tersebut. Dan saat kamu melakukannya, ingatkan diri sendiri: kamu itu orang yang pintar. Meskipun dulu kamu pernah diberi label “nggak pintar,” kamu tetap punya kemampuan untuk mencari jalan keluar dan menyelesaikan masalah.
Kamu bisa melakukannya perlahanlahan atau langsung dalam langkah besar — yang penting sesuai kemampuan dan kenyamananmu. Tapi kamu harus mulai, kalau kamu memang ingin ambil alih kembali hidupmu.
3. Dalam proses ini, mungkin kamu juga perlu mengubah cara berhubungan dengan beberapa orang di sekitarmu.
Misalnya:
Daripada dokter yang selalu memutuskan semuanya buatmu, sekarang kamu dan dokter bisa berdiskusi, dan kamu yang memilih tindakan yang menurutmu terbaik.
Atau kamu mungkin perlu bilang ke orang tua atau pasangan bahwa sekarang kamu yang memutuskan jalan hidupmu.
Atau kamu mungkin perlu kasih tahu kakak atau adik yang selama ini terlalu protektif, bahwa kamu sudah bisa mengurus diri sendiri sekarang.
4. Lengkapi dirimu dengan pengetahuan agar bisa membuat keputusan yang tepat dan membangun hidupmu lagi.
Baca buku panduan, cari info di internet, atau tanya ke orang yang kamu percaya. Lalu buat keputusan berdasarkan apa yang kamu rasa cocok dan nyaman untukmu — bukan karena paksaan orang lain.
5. Rancang langkahlangkahmu untuk menciptakan hidup seperti yang kamu inginkan.
Cari tahu cara terbaik untuk mencapai tujuanmu. Lalu mulai kerjakan. Tetap semangat dan konsisten sampai kamu berhasil. Jangan menyerah sampai impianmu jadi kenyataan.
Cari Dukungan
Banyak orang yang punya masalah dengan orang tua cenderung menarik diri dari orang lain — ini adalah reaksi alami. Tapi sebenarnya, hal itu malah bisa memperburuk keadaan. Salah satu bagian penting dari proses penyembuhan adalah terhubung kembali dengan orang lain. Jadi, usahakan untuk menjaga hubunganmu dengan orangorang terdekat dan cari dukungan. Cobalah bicara dengan orang yang kamu percaya, seperti anggota keluarga, teman dekat, atau konselor. Kamu juga bisa mempertimbangkan untuk bergabung dengan kelompok pendukung.
Jangan Menyendiri — Cari Dukungan
Sebelum mulai mencari kelompok dukungan tertentu, sebaiknya kamu tentukan dulu jenis kelompok seperti apa yang kamu butuhkan.
Berikut beberapa contoh:
Kalau kamu punya masalah kesehatan, seperti asma, radang sendi, AIDS, atau anoreksia, biasanya kelompok dukungan akan fokus pada masalah penyakit tertentu atau jenis penyakit yang mirip. Tapi untuk masalah seperti kecanduan, kesehatan mental, atau masalah belajar, kadang tidak begitu jelas arahnya.
Misalnya, kamu merasa depresi dan menyimpulkan kamu butuh kelompok dukungan untuk orang depresi. Tapi ternyata setelah diselidiki lebih dalam, kamu sebenarnya sedang terjebak dalam pernikahan yang tidak sehat dan jadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Nah, itu berarti kelompok dukungan yang lebih cocok untuk kamu adalah kelompok yang menangani masalah kekerasan dalam rumah tangga.
Jadi, sebaiknya kamu fokus pada masalah yang ingin kamu selesaikan, bukan hanya nama kelompoknya. Setelah itu, cari kelompok yang memang bisa membantumu menghadapi masalah itu.
Tempat-Tempat untuk Mencari Kelompok Dukungan:
1. Hubungi pusat informasi kelompok dukungan di wilayahmu.
Ini biasanya organisasi nonprofit yang membantu orang menemukan atau membentuk kelompok dukungan untuk berbagai masalah. Di AS, Kanada, dan negara lain, ada lebih dari 100 pusat seperti ini. Tapi tidak semua wilayah memilikinya.
2. Hubungi layanan “First Call for Help” atau “Information and Referral” milik United Way di wilayahmu.
Organisasi ini punya daftar lengkap lembaga nonprofit yang ada di daerah tersebut. Kamu bisa tanya apakah mereka tahu kelompok dukungan yang kamu cari.
Kalau kamu ingin mencari kantor United Way di luar daerahmu, kamu bisa telepon ke 18004118929 dan masukkan kode pos wilayah yang kamu tuju. Nanti mereka akan sambungkan ke kantor United Way setempat.
3. Cek koran lokal atau media komunitas.
Biasanya ada kalender acara yang mencantumkan pertemuan kelompok dukungan.
4. Cari tahu organisasi nasional atau internasional yang menangani masalah serupa dan lihat apakah mereka punya cabang di daerahmu.
5. Cari kelompok dukungan lain di daerahmu yang menangani masalah sejenis.
Misalnya kamu sedang mencari kelompok untuk kecanduan kokain, kamu bisa mulai dari kelompok seperti Alcoholics Anonymous (AA), AlAnon, atau Overeaters Anonymous (OA) — karena struktur dan dukungannya mirip.
6. Hubungi lembaga atau tenaga profesional di daerahmu yang menangani masalah tersebut.
Dalam kasus kecanduan kokain misalnya, kamu bisa menghubungi pusat edukasi narkoba, pusat rehabilitasi, rumah sakit, gereja yang punya program pelayanan sosial, atau psikolog yang khusus menangani kecanduan.
7. Cek buku telepon atau direktori bisnis online, kalau kamu tahu nama kelompok yang kamu cari.
Coba cari di bagian “halaman kuning” (yellow pages) atau di kategori seperti kelompok dukungan, layanan sosial, atau sejenisnya.
Tapi perlu diingat, banyak kelompok ini bersifat sukarela, jadi nomor teleponnya mungkin tidak terdaftar secara resmi, karena biasanya dipegang langsung oleh anggota sukarela dari kelompok tersebut.
Tetap Sehat
Kemampuanmu untuk menghadapi masalah akan meningkat kalau kamu dalam keadaan sehat.
Buat rutinitas harian yang cukup istirahat, makan makanan bergizi seimbang, dan olahraga secara teratur.
Yang paling penting, jauhi alkohol dan narkoba.
Memang kelihatannya bisa memberi rasa lega sementara, tapi justru bisa memperparah rasa depresi, cemas, dan rasa kesepian — bahkan bisa bikin masalahmu jadi makin berat.
Jaga Kesehatanmu
Kamu pasti sering dengar soal gaya hidup sehat. Tapi sebenarnya itu maksudnya apa sih?
Secara umum, orang yang sehat itu tidak merokok, berat badannya ideal, makan dengan baik, dan rutin olahraga.
Kedengarannya sederhana, kan?
Rahasia hidup sehat itu sebenarnya dimulai dari perubahan kecil.
Contohnya: tambahkan buah ke sarapanmu, minum segelas air tambahan sehari — halhal kecil seperti ini bisa bantu kamu mulai hidup sehat tanpa perlu perubahan besarbesaran.
Masalah Umum: Kurang Gerak
Salah satu masalah besar di zaman sekarang adalah kurangnya aktivitas fisik.
Padahal kita tahu olahraga itu bagus, tapi kita sering menghindarinya karena sudah terbiasa malas gerak, atau karena merasa olahraga itu harus berat dan melelahkan.
Padahal kenyataannya, gerak tetaplah gerak — dan semakin banyak kamu bergerak, semakin sehat tubuhmu.
Aktivitas ringan seperti beresberes rumah, berkebun, atau jalan kaki pun bisa berdampak positif.
Jadi, walaupun kamu hanya melakukan perubahan kecil atau menurunkan berat badan sedikit saja, hasilnya tetap bagus kok.
Sebuah studi menunjukkan bahwa bahkan penurunan berat badan 10% saja sudah bisa membantu menurunkan tekanan darah, kolesterol, dan memperpanjang harapan hidup.
Pola Makan Sehat
Makan dengan pola yang sehat juga bagian penting dari gaya hidup sehat.
Selain membantu menjaga berat badan, pola makan sehat juga bisa meningkatkan kualitas hidup, apalagi seiring bertambahnya usia.
Kamu bisa pakai panduan piramida makanan terbaru untuk tahu berapa banyak kalori yang kamu butuhkan, dan makanan apa yang sebaiknya kamu fokuskan.
Atau, kalau kamu lebih suka mulai dengan langkah kecil, berikut beberapa tips mudah untuk mengubah pola makanmu:
Makan lebih banyak buah. Tambahkan ke sereal, salad, atau bahkan ke lauk makan malammu.
Masukkan lebih banyak sayuran. Sisipkan di mana saja — tomat di sandwich, paprika di pizza, atau tambahkan ke saus spageti. Simpan sayuran yang sudah dipotong atau yang beku/kalengan supaya bisa langsung dimakan.
Ganti saus salad. Kalau kamu biasa pakai saus tinggi lemak, coba ganti dengan versi rendah lemak agar otomatis mengurangi kalori.
Pilih produk susu rendah lemak atau tanpa lemak. Ganti susu biasa dengan susu skim, atau pilih yogurt tanpa lemak — ini cara mudah untuk mengurangi kalori tanpa perlu ubah banyak.
Cari pengganti yang lebih sehat. Lihat isi kulkas atau dapurmu, pilih tiga makanan yang paling sering kamu konsumsi. Cek info gizinya, lalu saat belanja, cari versi yang lebih rendah kalori dari tiga makanan itu.
Intinya:
Membangun gaya hidup sehat nggak harus langsung drastis.
Faktanya, perubahan besar secara tibatiba justru sering gagal.
Sebaliknya, perubahan kecil yang dilakukan terusmenerus bisa memberi hasil besar.
Jadi, mulai sekarang coba pikirkan: apa satu hal kecil yang bisa kamu ubah hari ini untuk hidup lebih sehat?
Yuk, mulai dari yang sederhana.
Hentikan Kebiasaan Buruk
Kebiasaan buruk bisa muncul dalam banyak bentuk, misalnya sering berpikiran negatif, selalu curiga sama orang lain, atau lari ke alkohol dan narkoba saat perasaan jadi terlalu berat untuk ditanggung.
Kebiasaan buruk memang sulit dihilangkan, apalagi kalau itu jadi “penyangga” untuk menutupi luka masa kecil.
Tapi sebenarnya ada cara untuk mulai menghadapi kebiasaankebiasaan itu.
Ubah Perilaku
Kunci utama untuk menghentikan kebiasaan buruk adalah dengan mengganti kebiasaan itu dengan kebiasaan yang lebih baik.
Meskipun kita sering dengar nasihat ini, yuk kita pikirkan lebih dalam. Saat kita mengganti kebiasaan buruk dengan kebiasaan netral atau baik, kita bukan cuma mengganti satu kebiasaan dengan kebiasaan lain, tapi kita juga sedang menghapus fokus dan hubungan mental yang selama ini nempel ke kebiasaan buruk itu.
Jangan Menyalahkan Diri Terus
Salah satu hal yang harus dihindari saat mencoba berhenti dari kebiasaan buruk adalah terusterusan menyalahkan diri sendiri.
Setiap kali kamu terlalu fokus ke kebiasaan burukmu, bahkan secara tidak langsung, kamu justru memperkuat hubungan emosionalmu dengan kebiasaan itu.
Misalnya, kalau kamu sempat “kecolongan” dan melakukan lagi kebiasaan yang sedang kamu coba hentikan, jangan berlamalama merasa malu atau bersalah.
Lebih baik lihat situasinya, coba pahami apa yang memicu kejatuhan itu, dan pikirkan gimana kamu bisa menghindarinya di lain waktu.
Kalau kamu terus menghakimi diri sendiri karena kesalahan masa lalu, pesan yang kamu kirim ke diri sendiri adalah:
“Aku nggak bisa melakukan hal baik, jadi buat apa usaha?”
Padahal, cara yang lebih sehat adalah bilang ke diri sendiri:
“Ya, tadi aku sempat mundur satu langkah. Tapi dari pengalaman itu, aku belajar, dan sekarang aku bisa lanjut ke depan.”
Ganti dengan Kebiasaan Baru
Di tahap awal proses berhenti dari kebiasaan buruk, akan sangat membantu kalau kamu secara sadar mengganti kebiasaan itu dengan kebiasaan lain yang lebih baik, atau setidaknya lebih netral.
Kalau kamu cukup kuat, kamu bahkan bisa mempertimbangkan mengganti kebiasaan buruk dengan kebiasaan yang sangat positif.
Contohnya, kalau kamu ingin berhenti merokok, gimana kalau setiap kali kamu ingin merokok satu batang, kamu ganti dengan olahraga 5 menit?
Lalu perlahan tambahkan durasi olahraganya setiap hari.
Bikin Tantangan Jadi Seru
Bagi sebagian orang, menambahkan unsur tantangan atau permainan bisa bikin proses berhenti dari kebiasaan buruk jadi lebih menarik.
Bentukbentuk “permainan” seperti ini bisa memberikan struktur dan membuat prosesnya terasa lebih teratur — jadi kita nggak gampang merasa kewalahan saat menghadapi rintangan.
Jujur Sama Diri Sendiri
Jujurlah dengan targetmu.
Kalau kamu pasang target yang terlalu tinggi, nanti kamu kecewa sendiri, dan bisabisa seluruh rencana berhenti dari kebiasaan itu malah gagal total.
Coba luangkan waktu untuk duduk dan tulis:
kebiasaan apa yang ingin kamu ubah,
seberapa besar perubahan yang kamu inginkan,
dan kirakira butuh waktu berapa lama.
Dengan begitu, kamu bisa lebih paham prosesnya dan realistis soal waktunya.
Yang penting, sabar tapi tetap konsisten. Kalau kamu gagal di awal, jangan menyerah — coba lagi.
Karena setiap kegagalan itu tetap membawa pelajaran berharga untuk usaha berikutnya.
Mengubah Kebiasaan Itu Sulit — Tapi Bukan Mustahil
Perubahan itu memang berat, itu fakta. Tapi kamu bisa membuka pikiran dan hati untuk melihat perubahan bukan sebagai akhir, tapi sebagai awal baru.
Ini bisa jadi cara yang lebih positif untuk memulai proses berhenti dari kebiasaan yang nggak kamu suka.
Sadari bahwa akan ada godaan dan perjuangan batin, tapi kalau kamu berhasil melewati itu, kamu akan mendapatkan cara pandang yang baru dan versi diri kamu yang lebih baik.
Beri Dirimu Waktu Istirahat
Kalau kamu pernah terluka parah di masa kecil, kamu bisa tumbuh dengan emosi yang meledakledak, rasa putus asa, sikap defensif, dan cara pandang yang keliru. Semua itu butuh waktu dan usaha untuk dilepaskan.
Beri dirimu waktu dan hargai setiap kemajuanmu, sekecil apa pun itu. Karena justru kemenangan kecilkecil itulah yang akan mengantarmu ke proses penyembuhan dari luka karena orang tuamu.
Berhenti Menyalahkan Diri Sendiri
Kalau kamu terlalu fokus untuk terusmenerus memperbaiki diri, ujungujungnya kamu bisa malah merasa frustrasi dan sedih sendiri.
Sebagai manusia, wajar kok kalau kita punya kekurangan. Tapi kita juga pasti punya kelebihan.
Perubahan diri yang sehat bukan cuma soal memperbaiki kekurangan, tapi juga mengakui kelebihan kita.
Terlalu sering, kita terjebak dalam pikiran “Seharusnya aku ngomong begitu”, atau “Kenapa dulu aku nggak begini aja ya”.
Pola pikir kayak gini bikin kita terus terjebak di masa lalu dan terus mikirin kesalahan yang udah lewat.
Semua orang pasti pernah salah. Yang penting sekarang adalah belajar untuk menerima kesalahan itu, memaafkan diri sendiri, dan lanjut ke depan.
Belajar Menerima Diri Sendiri
Langkah awal untuk berkembang adalah menerima diri sendiri apa adanya.
Banyak orang lebih gampang menyadari kesalahannya sendiri, tapi sulit banget untuk melihat hal baik dalam dirinya.
Padahal, kita semua punya sisi baik.
Kalau kamu selalu susah menerima pujian, bisa jadi kamu terlalu fokus sama kekuranganmu, dan lupa bahwa kamu juga punya kekuatan.
Coba deh, bikin daftar tentang kelebihanmu.
Siapa tahu ternyata kamu nggak perlu berubah sebanyak yang kamu pikirkan.
Maafkan Diri Sendiri
Menerima sisi baik dan buruk diri sendiri memang nggak mudah, tapi memaafkan diri sendiri mungkin lebih sulit lagi.
Banyak dari kita lebih mudah memaafkan orang lain daripada memaafkan diri sendiri.
Kita terjebak dalam pikiran perfeksionis, merasa harus selalu sempurna.
Padahal, nggak ada manusia yang sempurna.
Kamu memang pernah buat kesalahan. Tapi apa gunanya terus mengungkitungkit kesalahan itu?
Coba berdiri di depan cermin dan bilang ke dirimu sendiri,
“Aku maafin kamu.”
Ucapkan dengan sungguhsungguh. Karena kamu manusia biasa, sama seperti yang lain.
Beri Diri Sendiri Dukungan
Cara lain untuk membantu diri sendiri adalah dengan menulis kalimat afirmasi positif.
Tempel di tempattempat yang sering kamu lihat di rumah, supaya kamu bisa membacanya tiap hari.
Contoh afirmasi yang sederhana:
“Aku layak dicintai.”
“Aku orang yang baik.”
“Aku berharga.”
Jangan Terlalu Keras Pada Diri Sendiri
Terus berusaha jadi lebih baik memang bagus, tapi jangan sampai malah bikin kamu tertekan sendiri.
Kalau semua fokus cuma untuk berubah dan berubah, rasanya kayak kerja terus tanpa istirahat!
Proses perubahan diri itu butuh waktu dan proses belajar.
Semakin lama kita hidup, kita akan semakin banyak belajar — tentang diri kita sendiri, maupun tentang orang lain.
Ingat:
Kita memang punya peran dalam setiap pengalaman hidup, tapi nggak semua kesalahan itu sepenuhnya salah kita.
Kita nggak bisa mengubah orang lain, tapi dengan belajar menerima dan memaafkan diri sendiri, kita bisa mengubah cara kita merespons perlakuan orang lain.
Jadi, mulai sekarang:
berilah dirimu istirahat.
Berhenti terusmenerus fokus ke kekuranganmu.
Kita semua bisa berkembang, tapi jangan habiskan hidup cuma untuk menyalahkan diri sendiri.
Ingat: nggak ada yang bisa mengubah masa lalu.
Terima dan Lepaskan
Menerima sesuatu bukan berarti kamu setuju atau nyaman dengan masalah itu. Bukan juga berarti kamu menyukainya.
Menerima artinya kamu sudah memutuskan bagaimana menyikapinya.
Kamu bisa memilih: membiarkan masalah itu mengatur hidupmu, atau melepasnya dan melanjutkan hidup.
Melepaskan bukan berarti masalah langsung hilang begitu saja seperti sulap.
Melepaskan itu artinya kamu nggak lagi membiarkan kenangan buruk dan emosi negatif dari masa lalu mencuri kebahagiaanmu hari ini.
Lihat dan Lepaskan
Langkah pertama adalah menyadari bahwa kita bukan emosi kita.
Kita bukan kesedihan itu sendiri; kita hanya sedang merasa sedih.
Kita bukan kemarahan itu sendiri; kita hanya sedang merasa marah.
Kalau kita merasa bahwa emosi itu adalah identitas kita, kita jadi susah mengendalikannya.
Kita cuma manusia — dan emosi itu bukan siapa diri kita sebenarnya.
Tapi saat kita sadar bahwa emosi itu hanya perasaan yang datang dan pergi, kita bisa mengambil jarak dan mengendalikannya.
Kita bisa memilih bertindak dengan tenang, bukan dikendalikan oleh emosi.
Contohnya marah.
Setiap kali aku melampiaskan marahku dengan teriak dan meledak, aku pikir aku adalah kemarahan itu sendiri. Aku merasa harus mengikuti apa kata rasa marahku.
Latihan Melepaskan
Coba ambil benda kecil, misalnya pensil. Genggam eraterat.
Lamalama pasti pegal dan sakit kan?
Nah, gimana cara melepasnya?
Kamu tinggal longgarkan genggamanmu, dan pensil itu akan lepas sendiri.
Kamu nggak perlu melemparnya jauhjauh. Cukup kendurkan tanganmu, dan pensil itu jatuh.
Begitu juga dengan emosi kita.
Empat Pertanyaan untuk Melepaskan
Ada teknik yang bisa dipakai untuk melepaskan perasaan yang menyesakkan.
Gunakan empat pertanyaan ini untuk membantu prosesnya:
1. “Bisa nggak aku melepaskan perasaan ini?”
Jawab spontan, tanpa mikir panjang. Ya atau tidak nggak masalah.
Pertanyaan ini ibarat ajakan untuk melepaskan. Bahkan kalau kamu jawab “nggak”, sering kali pelepasan tetap bisa terjadi.
2. “Mau nggak aku melepaskan perasaan ini?”
Kadang kita merasa nggak bisa melepaskan, tapi sebenarnya kita mau karena kita tahu betapa sakitnya.
Pertanyaan ini membantu membuka niat dari dalam diri.
3. “Aku lebih pilih menerima perasaan ini atau bebas darinya?”
Pertanyaan ini membuat kita sadar mana yang sebenarnya kita mau.
4. “Kapan aku mau melepaskannya?”
Jawaban terbaik? Sekarang.
Bayangin kalau tanganmu patah, kamu mau nunggu minggu depan baru ke rumah sakit?
Ulangi keempat pertanyaan ini beberapa kali sampai kamu merasa lega.
Kalau kamu mulai lelah, istirahat dulu. Nggak apaapa.
Catatan Penting
Gunakan akal sehat dalam proses ini.
Kalau kamu sedang benarbenar dalam kondisi depresi berat, menghadapi perasaanperasaan ini bisa terasa sangat menyakitkan.
Bisa aja kamu menangis hebat, atau tubuhmu bereaksi.
Itu sangat jarang terjadi, tapi mungkin saja.
Kalau kamu merasa tidak sanggup, berhenti dulu dan tenangkan diri. Jangan takut — ini bagian dari proses penyembuhan.
Tentang Rasa Sakit
Sigmund Freud pernah bilang bahwa manusia cenderung memilih kesenangan dan menghindari rasa sakit.
Di dunia nyata, menjauh dari halhal negatif memang bisa jadi pilihan yang bijak.
Tapi kalau soal rasa sakit batin dan emosi yang belum selesai, kita nggak bisa terus kabur.
Karena rasa sakit itu adalah bagian dari diri kita, dan satusatunya jalan keluar adalah dengan menghadapinya.
Penutup
Itulah beberapa teknik dasar untuk menghadapi luka masa kecil kita.
Metode ini ditemukan di banyak pendekatan, dari psikologi modern sampai tradisi spiritual kuno.
Jadi kamu nggak perlu menganut kepercayaan tertentu untuk melakukannya.
Kalau kamu merasa nggak berhasil di awal, jangan langsung menyerah.
Banyak dari kita yang sudah terlalu lama memendam emosi. Kita bahkan mungkin lupa caranya merasakan.
Tapi itu wajar kok.
Ini semua bagian dari proses belajar.
Sama seperti belajar naik sepeda — pasti ada jatuh dan gagal di awal.
Jangan menyalahkan dirimu. Teruslah berlatih.
Lamalama, kamu akan menemukan bahwa ini bisa jadi cara alami untuk hidup lebih damai.
Semoga buku ini sudah memberimu alat dan panduan untuk menghadapi serta menyembuhkan luka dari masa lalu.