Cara Mudah Tingkatkan Emotional Quotient
Cara Mudah Tingkatkan Emotional Quotient – Programprogram untuk meningkatkan kecerdasan emosional sudah diterapkan di berbagai tempat, dan kursus tentang cara mengembangkan kecerdasan emosional pun sudah mulai diajarkan di universitas bahkan di sekolah dasar di Amerika Serikat. Tapi sebenarnya, apa sih kecerdasan emosional itu? Seperti halnya banyak konsep lainnya, ada beberapa teori yang berusaha menjelaskan dan mengukur kecerdasan emosional secara akurat. Secara umum, emotional intelligence (atau kecerdasan emosional) adalah kemampuan untuk mengenali dan mengatur emosi dalam diri sendiri maupun orang lain.
Kecerdasan emosional juga sering didefinisikan sebagai:
Kemampuan untuk mengenali emosi, menggunakan emosi untuk membantu berpikir, memahami emosi, dan mengatur emosi untuk mendorong perkembangan diri.
Daftar isi
Memahami Kecerdasan Emosional
Salovey dan Mayer pertama kali memperkenalkan istilah “kecerdasan emosional” pada tahun 1990, dan sejak itu mereka terus melakukan penelitian untuk mendalami makna konsep ini.
Dasardasarnya
Teori dasar kecerdasan emosional menggabungkan ide utama dari dua bidang: kecerdasan dan emosi. Dari teori kecerdasan, ada gagasan bahwa kecerdasan melibatkan kemampuan untuk berpikir secara abstrak. Dari penelitian tentang emosi, diyakini bahwa emosi adalah sinyal yang membawa makna tertentu dalam hubungan sosial, dan bahwa emosiemosi tertentu itu bersifat universal.
Mereka berpendapat bahwa setiap orang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dalam memproses informasi yang berhubungan dengan emosi, serta dalam menghubungkan pemrosesan emosi itu dengan pengetahuan secara umum. Kemampuan ini kemudian terlihat dari perilaku adaptif seseorang dalam kehidupan seharihari.
Konsep kecerdasan emosional ini dilihat sebagai bagian dari kecerdasan secara umum—jadi, kecerdasan emosional dianggap sebagai bentuk baru dari kecerdasan yang bisa diukur.
Dalam model ini, kecerdasan emosional terdiri dari dua area:
1. Eksperiensial – kemampuan untuk merasakan, merespons, dan mengelola informasi emosional tanpa harus benarbenar memahaminya.
2. Strategis – kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi, bahkan tanpa harus benarbenar merasakan emosi itu secara penuh.
Setiap area dibagi lagi menjadi dua cabang yang mencakup proses psikologis sederhana sampai proses yang lebih kompleks, di mana emosi dan pikiran digabungkan.
Keempat cabang dalam kecerdasan emosional:
1. Persepsi emosional: Kemampuan untuk menyadari emosi dalam diri sendiri dan mengungkapkan perasaan serta kebutuhan emosional dengan jelas kepada orang lain. Termasuk juga kemampuan untuk membedakan ekspresi emosi yang jujur dan yang tidak.
2. Penggunaan emosi (asimilasi emosional): Kemampuan untuk mengenali emosiemosi yang sedang dirasakan dan memahami emosi mana yang sedang memengaruhi cara berpikir kita.
3. Pemahaman emosi: Kemampuan untuk memahami emosi yang kompleks (misalnya merasakan dua emosi sekaligus) dan mengenali perubahan dari satu emosi ke emosi lain.
4. Pengelolaan emosi: Kemampuan untuk terhubung atau melepaskan diri dari suatu emosi tergantung pada seberapa berguna emosi itu dalam situasi tertentu.
Setiap teori tentang kecerdasan emosional biasanya dikembangkan berdasarkan dua pendekatan:
Model kemampuan (ability model): Menganggap kecerdasan emosional sebagai bentuk murni dari kemampuan mental.
Model campuran (mixed model): Menggabungkan kemampuan mental dengan sifat kepribadian seperti optimisme dan kesejahteraan emosional.
Saat ini, satusatunya model kemampuan murni yang dikenal adalah model dari Mayer dan Salovey. Sementara itu, ada dua model campuran yang dikembangkan dengan pendekatan yang berbeda.
Model pertama dikembangkan dalam konteks teori kepribadian, yang menekankan hubungan antara kemampuan emosional dan sifat kepribadian, serta dampaknya pada kesejahteraan pribadi.
Model kedua lebih menitikberatkan pada kinerja, yaitu dengan menggabungkan kemampuan dan kepribadian seseorang, lalu melihat pengaruhnya terhadap performa di dunia kerja.

Model dan Cara Mengukurnya
Ada banyak alat ukur untuk kecerdasan emosional yang digunakan dalam penelitian ilmiah, terutama yang dijual untuk digunakan di dunia industri dan organisasi. Tapi, sebagian besar alat ukur ini sebenarnya tidak berdasarkan teoriteori kecerdasan emosional yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Dua contoh alat ukur tersebut adalah Levels of Emotional Awareness Scale (LEAS) dan SelfReport Emotional Intelligence Test (SREIT). Kedua tes ini akan dijelaskan di bawah.
Bagaimana Cara Mengukurnya?
LEAS (Levels of Emotional Awareness Scale)
LEAS adalah tes yang dilakukan sendiri (selfreport) untuk mengukur seberapa sadar seseorang terhadap emosinya sendiri maupun emosi orang lain. Tes ini dibuat berdasarkan teori hirarki kecerdasan emosional, atau lebih tepatnya kesadaran emosi, yang terdiri dari lima tingkatan:
1. Sensasi fisik
2. Dorongan untuk bertindak
3. Emosi tunggal
4. Gabungan emosi
5. Kombinasi dari gabungan pengalaman emosi
Tes ini berisi 20 skenario yang melibatkan dua orang dalam situasi yang memunculkan emosi. Peserta diminta menjelaskan bagaimana mereka akan merasa dalam situasi tersebut, dan bagaimana perasaan orang lain di skenario itu.
Setiap jawaban diberi nilai dari 0 sampai 5. Hasil akhirnya dibagi dalam tiga skor:
Skor untuk diri sendiri (kesadaran terhadap emosi diri),
Skor untuk orang lain (kesadaran terhadap emosi orang lain),
Skor total kesadaran emosi (ratarata dari dua skor di atas).
Penelitian menunjukkan bahwa LEAS punya hubungan dengan dua aspek kecerdasan emosional: kemampuan mengenali emosi dalam cerita dan memperkirakan perasaan tokoh dalam konflik. Tapi, ulasan dari pihak independen menyimpulkan bahwa LEAS sebenarnya hanya sedikit berkaitan dengan kecerdasan emosional, dan lebih cocok disebut sebagai alat untuk mengukur gaya pemrosesan emosi, bukan kemampuan.
SREIT (SelfReport Emotional Intelligence Test)
SREIT adalah tes mandiri yang terdiri dari 33 pernyataan dan dibuat untuk mengukur kecerdasan emosional. Awalnya, tes ini dibuat berdasarkan tulisan awal Mayer dan Salovey tentang kecerdasan emosional. Tapi, kemudian banyak yang mengkritik karena isi tesnya tidak benarbenar sesuai dengan model asli Mayer dan Salovey. Jadi, bisa dibilang tes ini mungkin mengukur konsep yang berbeda dari kecerdasan emosional.
Dalam tes ini, peserta diminta memberi respons terhadap pernyataanpernyataan yang mencerminkan sikap yang dianggap sehat secara emosional, dengan menggunakan skala 1 sampai 5:
1 artinya sangat setuju
5 artinya sangat tidak setuju
Walaupun beberapa pihak luar mengatakan bahwa isi tes ini kurang valid, pembuatnya sendiri menyatakan bahwa validitas isinya masih cukup bisa diterima untuk 33 pernyataan tersebut.
Fakta Menarik: Gender dan Kehidupan Seharihari
Ada banyak perdebatan tentang apakah lakilaki dan perempuan benarbenar berbeda dalam hal tingkat kecerdasan emosional (EQ). Banyak penelitian menemukan bahwa kecerdasan emosional bisa berdampak besar pada berbagai aspek kehidupan seharihari.
Fakta Menarik yang Perlu Kamu Tahu
Beberapa ahli menyatakan bahwa tidak ada perbedaan kecerdasan emosional antara pria dan wanita secara keseluruhan. Meskipun mereka mungkin memiliki kekuatan dan kelemahan yang berbeda di area tertentu, secara umum, level EQnya setara.
Tapi, ada juga penelitian yang menunjukkan bahwa perempuan cenderung mendapatkan skor lebih tinggi daripada lakilaki dalam tes kecerdasan emosional, baik di dunia kerja maupun kehidupan pribadi.
Perbedaan ini bisa jadi muncul karena perbedaan jenis tes yang digunakan.
Contohnya, Brackett dan Mayer menemukan bahwa perempuan mendapat skor lebih tinggi saat tes EQ menggunakan performance test (tes kemampuan langsung). Tapi saat tes EQ dilakukan dengan cara selfreport (menilai diri sendiri), perbedaan antara lakilaki dan perempuan tidak ditemukan.
Mungkin perbedaan gender hanya terlihat saat EQ didefinisikan sebagai kemampuan kognitif murni, bukan pendekatan yang mencampur dengan kepribadian.
Bisa juga perbedaannya memang ada, tapi lakilaki cenderung melebihlebihkan kemampuannya saat menjawab tes selfreport. Karena itu, masih diperlukan banyak penelitian untuk benarbenar memastikan apakah perbedaan EQ antara pria dan wanita itu nyata atau tidak.
Dalam Kehidupan Seharihari
Orang dengan EQ yang tinggi cenderung merasa lebih puas dengan hidupnya. Penelitian juga menunjukkan bahwa mereka lebih sering menggunakan mekanisme pertahanan yang sehat dan lebih stabil secara psikologis.
Tes kemampuan EQ menunjukkan bahwa orang dengan EQ tinggi cenderung:
Lebih peduli dengan kesehatan dan penampilan,
Punya hubungan sosial yang lebih baik dengan teman dan keluarga,
Sering menyimpan bendabenda yang mengingatkan mereka pada orangorang terkasih.
Satu studi menemukan bahwa orang dengan EQ tinggi juga punya hubungan yang lebih hangat dan penuh kasih sayang dengan orang tua mereka, serta menunjukkan gaya keterikatan yang sehat.
Penelitian lain menunjukkan bahwa anakanak, remaja, dan orang dewasa dengan EQ tinggi cenderung punya hubungan sosial yang lebih positif.
Dampak Negatif dari EQ Rendah
EQ yang rendah juga dikaitkan dengan perilaku bermasalah.
Satu studi menunjukkan bahwa mahasiswa dengan EQ rendah cenderung lebih banyak melaporkan perilaku kekerasan dan suka mencari masalah, bahkan setelah faktor IQ dan pemahaman mereka disesuaikan.
EQ yang rendah juga berkaitan dengan:
Lebih banyak membeli buku selfhelp,
Lebih sering memakai narkoba atau alkohol,
Lebih banyak terlibat dalam perilaku menyimpang.
Menariknya, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita dalam hal kaitan EQ rendah dengan halhal negatif tersebut.
Dalam satu studi yang melibatkan 15 remaja lakilaki pelaku kekerasan seksual, ditemukan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam mengenali perasaan mereka sendiri dan perasaan orang lain — dua komponen penting dari kecerdasan emosional.
Kesuksesan dan Kecerdasan Emosional
Penelitian tentang seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional (EQ) dibanding kecerdasan intelektual (IQ) mulai berkembang setelah adanya publikasi awal yang menyatakan bahwa EQ bisa sama kuatnya—bahkan kadang lebih kuat—dari IQ dalam menentukan kesuksesan seseorang.
FaktaFaktanya
Banyak klaim tersebut didasarkan pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa IQ ternyata tidak terlalu bisa diandalkan untuk memprediksi performa kerja seseorang. IQ hanya mampu menjelaskan sekitar 10% sampai 25% dari perbedaan performa kerja antar individu.
Penelitian jangka panjang juga menemukan bahwa EQ punya pengaruh yang penting.
Contohnya, ada satu studi terhadap 450 anak lakilaki yang menunjukkan bahwa IQ mereka tidak terlalu berhubungan dengan kesuksesan dalam karier dan kehidupan pribadi. Yang lebih berpengaruh justru adalah kemampuan mereka untuk:
Mengelola rasa frustrasi,
Mengendalikan emosi,
Dan menjalin hubungan baik dengan orang lain.
Walaupun studi itu tidak secara langsung meneliti EQ, tapi kemampuankemampuan tersebut adalah inti dari konsep ke
EQ dan IQ dalam Dunia Kerja
Ada penelitian yang mendukung bahwa EQ bisa menambah nilai pada kinerja seseorang, di luar yang bisa diprediksi oleh IQ saja.
Namun, teoriteori terbaru lebih realistis dan tidak melebihlebihkan peran EQ.
EQ bukan satusatunya faktor kuat yang memprediksi kinerja kerja, tapi EQ memberikan dasar bagi keterampilan emosional yang justru lebih menentukan kesuksesan kerja.
Penelitianpenelitian terbaru mencoba memperjelas hubungan antara IQ dan EQ dalam kaitannya dengan performa kerja.
IQ berperan sebagai alat penyaring — menentukan jenis pekerjaan apa yang bisa dilakukan seseorang.
IQ adalah prediktor yang cukup akurat untuk menentukan bidang pekerjaan apa yang bisa dimasuki, dan secara umum juga bisa memprediksi kesuksesan di masyarakat.
Misalnya, untuk menjadi dokter, seseorang butuh IQ di atas ratarata.
Di sisi lain, EQ adalah prediktor yang kuat untuk mengetahui siapa yang akan unggul dalam bidang pekerjaan tertentu, kalau IQ mereka kurang lebih sama.
Perbedaan EQ Terlihat Saat IQ Sudah Setara
Kalau kita bandingkan orangorang dalam satu bidang yang sama dan di level tinggi (misalnya sesama dokter spesialis di sebuah klinik), IQ mereka ratarata sudah tinggi dan mirip satu sama lain.
Dalam kasus seperti itu, kemampuan EQlah yang akan membedakan siapa yang benarbenar menonjol atau lebih sukses dibanding yang lain.
Contohnya, semua dokter di satu klinik mungkin punya IQ tinggi. Tapi yang paling sukses di antara mereka biasanya adalah yang punya EQ lebih tinggi—mereka bisa:
Bekerja sama lebih baik,
Menangani pasien dengan empati,
Dan mengelola stres atau tekanan kerja dengan bijak.
Cara Mengembangkan Kecerdasan Emosional
Kita semua tahu bahwa pengetahuan dan perilaku itu beda jauh—kadang kita tahu apa yang benar, tapi tetap sulit melakukannya, apalagi saat kita lagi stres atau tertekan. Hal ini sangat terasa dalam hal kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional nggak bisa dipelajari hanya lewat teori atau hafalan. Kita harus memahaminya lewat pengalaman emosional. Jadi, membaca atau menghafal teori saja nggak cukup. Supaya kecerdasan emosional bisa benarbenar kita pahami dan berdampak dalam hidup, kita perlu melibatkan bagian emosional otak kita dengan cara yang membuat kita terkoneksi dengan orang lain.
Belajar soal emosi itu lebih efektif melalui apa yang kita lihat, dengar, dan rasakan langsung. Pemahaman intelektual memang penting sebagai langkah awal, tapi perkembangan EQ tergantung pada pembelajaran melalui indra, komunikasi nonverbal, dan latihan nyata dalam kehidupan seharihari.
Tips Penting
Kecerdasan emosional terdiri dari 5 keterampilan utama, dan semuanya saling berkaitan:
1. Kemampuan untuk mengurangi stres dengan cepat
2. Kemampuan mengenali dan mengelola emosi diri sendiri
3. Kemampuan terhubung dengan orang lain lewat komunikasi nonverbal
4. Kemampuan menggunakan humor dan bermain untuk menghadapi tantangan
5. Kemampuan menyelesaikan konflik dengan positif dan percaya diri
Kelima keterampilan ini bisa dipelajari siapa saja, kapan saja. Tapi tentu beda antara “tahu” dan benarbenar “mengaplikasikan” EQ dalam hidup. Hanya karena kamu tahu harus melakukan sesuatu, bukan berarti kamu bisa langsung melakukannya—apalagi saat lagi stres berat.
Saat kita stres, kemampuan berpikir logis dan mengambil keputusan jadi menurun. Stres bisa menguasai pikiran dan tubuh, membuat kita susah menilai situasi secara objektif, susah memahami perasaan sendiri atau orang lain, dan sulit berkomunikasi dengan jelas.
1. Cara Menenangkan Diri Saat Stres
Kemampuan untuk cepat menenangkan diri adalah kunci utama dalam EQ. Ini membantu kita tetap tenang dan terkendali saat menghadapi situasi sulit.
Kenali tandatanda stres di tubuhmu.
Cari tahu reaksi stresmu—apakah kamu cenderung melamun dan murung? Atau cepat marah dan gelisah?
Gunakan teknik penghilang stres yang cocok dengan dirimu. Misalnya lewat pancaindra—dengan melihat, mendengar, mencium aroma, merasakan sentuhan, atau mencicipi sesuatu yang menenangkan. Setiap orang punya cara berbeda, jadi temukan yang paling cocok buat kamu.
2. Kesadaran Emosional
Keterampilan kedua adalah menyadari perasaan secara realtime dan bagaimana perasaan itu memengaruhi pikiran dan tindakanmu.
Tanya dirimu:
Apakah kamu merasakan emosi mengalir bergantian sesuai situasi?
Apakah kamu merasa emosi di bagian tubuh tertentu seperti dada atau perut?
Apakah kamu bisa membedakan emosiemosi seperti marah, sedih, takut, senang dengan jelas?
Apakah kamu menyadari perasaanmu dan menggunakannya dalam pengambilan keputusan?
Kalau tidak, mungkin kamu perlu kembali terhubung dengan emosi dasarmu, menerima perasaan itu, dan mulai terbiasa merasakannya tanpa menghindar.
3. Komunikasi Nonverbal
Jadi komunikator yang baik itu bukan cuma soal katakata. Sering kali, cara kita menyampaikan lebih penting daripada apa yang kita sampaikan.
Untuk membangun koneksi dan kepercayaan dengan orang lain, kita perlu:
Menyadari dan mengontrol bahasa tubuh kita
Memahami dan merespons sinyal nonverbal orang lain
Perhatikan halhal ini:
Tatapan mata
Ekspresi wajah
Nada suara
Postur tubuh dan gerakan tangan
Sentuhan
Waktu dan kecepatan saat berbicara
4. Gunakan Humor dan Bermain untuk Hadapi Tantangan
Tertawa dan bersikap santai adalah cara alami untuk meredakan tekanan hidup. Tertawa bisa mengangkat suasana hati, mengurangi stres, dan menyeimbangkan sistem saraf kita.
Dengan komunikasi yang santai dan penuh humor, kita bisa memperkuat kecerdasan emosional. Jadi, jangan ragu bercanda dan bermain, karena itu juga bagian dari kemampuan menghadapi masalah.
5. Menyelesaikan Konflik Secara Sehat
Konflik itu hal yang wajar dalam hubungan. Nggak mungkin dua orang selalu punya kebutuhan atau pendapat yang sama. Tapi, konflik bisa jadi hal positif kalau diselesaikan dengan cara yang sehat.
Beberapa tips:
Fokus pada saat ini. Jangan terus mengungkit luka lama atau menyimpan dendam.
Pilih perdebatan yang penting. Tidak semua hal perlu diperdebatkan.
Maafkan. Kalau seseorang menyakitimu di masa lalu, belajar memaafkan bisa jadi langkah penting agar konflik tidak berlarutlarut.
Akhiri konflik yang buntu. Kadang lebih baik berhenti berdebat daripada terus memperpanjang sesuatu yang nggak akan selesai. Kamu bisa memilih untuk tidak ikut dalam konflik itu lagi, meski tetap punya pendapat berbeda.
Penutup
Kecerdasan emosional (EQ) adalah jenis kecerdasan yang berbeda. Ini soal kecerdasan hati, bukan hanya otak. Penelitian menunjukkan bahwa EQ sama pentingnya, bahkan bisa lebih penting daripada IQ untuk kebahagiaan dan kesuksesan hidup.
Dengan EQ yang tinggi, kamu bisa:
Membangun hubungan yang kuat,
Sukses di tempat kerja,
Mencapai tujuan hidup.
Dan kabar baiknya: kecerdasan emosional bisa ditingkatkan sepanjang hidup.
Kamu bisa mulai dengan belajar menenangkan diri saat stres, terhubung dengan emosi, berkomunikasi nonverbal dengan baik, menggunakan humor untuk mengatasi tantangan, dan menyelesaikan konflik dengan percaya diri.
Sekian Cara Mudah Tingkatkan Emotional Quotient, Semoga Bermanfaat. Baca Juga Cara Mudah Membangun Tim Anda